Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bukan Hanya Ahok, Kita Juga (Bisa Jadi) Penista Al Quran

Dalam 2 bulan kebelakang ini, kita sebagai umat Islam sangat disibukkan dalam menanggapi kasus penistaan Al Quran dari Gubernur Jakarta Basuki Cahya Purnama atau dikenal dengan Ahok. Televisi, Sosial Media hingga majelis taklim banyak yang membicarakan mengenai hal tersebut. Di sosmed pun, gaung pembicaraan mengenai hal tersebut tidak hanya terjadi di facebook, kita akan mudah menjumpai perbincangan mengenai penistaan Al Quran ini di instagram, twitter juga tak ketinggalan perbincangan Whats Up Group.

Pertempuran opini di media pun seolah mencapai klimaksnya. Terlihat sekali media yang membela mati-matian Ahok. Media raksasa seperti Kompas Tv, Metro Tv, Detik, Tribun dan yang lain banyak dinilai netizen berpihak pada Ahok dan penguasa. Praktis umat Islam bergerilya menggunakan kekuatan sosial media dan jaringan. Dan Alhamdulillah, segala kejanggalan pemberitaan oleh media-media besar dengan cepat menyebar (viral) di sosial media. Sehingga banyak masyarakat yang semakin tahu betapa kuatnya aroma permusuhan media tersebut terhadap umat Islam.

Tuntutan Agar Ahok Dihukum Dari Umat Islam
Tak cukup sampai disitu. Situs-situs berita independen juga banyak yang membela gubernur Jakarta tersebut. Hikmah dari kejadian ini yang bisa kita petik adalah, Sang Pencipta seakan menunjukkan mana yang masih mau membela Islam dan mana yang menghalangi cahaya Islam itu sendiri.

Namun ada hal yang menggelitik pemikiran kami. Memang betul kami berpandangan bahwa Ahok melakukan sesuatu yang tidak patut pada Al Quran. Namun pernahkan kita juga instropeksi pada diri kita. Sejauh apa kita memuliakan Al Quran?

Banyak diantara umat Islam yang tergila-gila dengan menghafal Al Quran, hingga mendirikan pondok pesantren penghafal Al Quran. Energi dicurahkan agar bisa menghafal 30 juz yang ada didalamnya. Ada juga diantara umat Islam yang suka dengan bacaan Al Quran yang merdu, melakukan perlombaan MTQ (Musabaqah Tilawatil Quran), bahkan hingga tingkat internasional. Namun saat yang sama hukum-hukum yang ada dalam Al Quran tidak diterapkan seakan tidak ada masalah. Padahal kita tahu bersama, penerapan hukum yang wajib yang ada dalam Quran  adalah wajib pula.

Cukuplah kita merenungkan apa yang dikatakan oleh Imam al-Khazin dalam kitab Lubâb at-Ta’wîl fî Ma’âni at-Tanzîl, jilid 2 halaman 295, dimana beliau mengatakan bahwa Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 49 memerintahkan Rasulullah saw. untuk memberlakukan hukum atas umat manusia dengan hukum yang telah Allah SWT turunkan dalam Kitab-nya (al-Quran).

Sekarang cobalah kita tengok satu-persatu dalam diri kita. Tak usah menunjut orang lain dulu. Ketika Allah memerintahkan untuk menjilid pelaku perzinahan. Sudahkah kita menerima hal tersebut dengan senang hati? Sudahkan kita berusaha agar hal tersebut bisa diterapkan dalam kehidupan? Jika belum, dan bahkan malah menolak implementasinya dalam kehidupan, berarti kita sama saja dengan Ahok, menistakan Al Quran.

Coba lagi kita tata ketundukan diri kita pada Nya. Saat Allah memerintahkan melakukan qishash terhadap pelaku pembunuhan. Apakah kita menerima perintah tersebut sepenuhnya? Apakah kita bersedia untuk menerapkan dan berusaha agar bisa diterapkan dalam kehidupan kita? Jika belum jawabannya. Berarti kita sama saja dengan Ahok, menistakan Al Quran. Karena dengan terang-terangan menolak isi Al Quran. Naudzabillah min dzalik.

Ikhafillah fiddiin. Masih banyak hukum-hukum yang ada dalam Al Quran yang tidak bisa kita terapkan saat ini, seperti larangan minuman keras, potong tangan bagi pencuri, menggentarkan musuh, jihad dan sebagainya. Adakah dalam hati kecil kita ingin merealisasikan dalam kehidupan? Jika ada penolakan sedikit saja. Cobalah instropeksi, apakah sudah betul-betul tunduk dan berserah diri dalam menerima Islam. Jangan sampai kita kelak kembali dihadapan Allah dengan kesia-sian. Dan selanjutnya, penerapan hukum-hukum tersebut apakah bisa direalisasikan oleh individu, takmir masjid, ormas? Ataukah butuh institusi tertinggi dalam masyarakat (negara) untuk menjalankannya?. Pendapat yang kami ambil memang membutuhkan negara. Tidak ada cara lain selain menjadikan aqidah Islam sebagai landasan negara. Semoga kita termasuk orang-orang yang dilembutkan hatinya untuk mengimplementasikan Al Quran dalam kehidupan sehingga bukan menjadi bagian dari penista Al Quran. Wallahu alam bishowab.  [kaos dakwah]

2 komentar untuk "Bukan Hanya Ahok, Kita Juga (Bisa Jadi) Penista Al Quran"