Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kebudayaan Islam Masyarakat Minangkabau

Meskipun kebudayaan di masyarakat Minangkabau bercorak matrilineal, namun kebudayaan Minangkabau kental dengan nuansa dan nilai Islamnya. Masuknya Islam ke bumi Minang sehingga mampu menjadi pondasi keberadaan adat minang melalui berbagai kejadian. Selain itu campur tangan penjajah Belanda dalam mengurusi urusan internal masyarakat Minang juga memberi corak tersendiri pada kebudayaan Minangkabau.

Masuknya Islam ke tanah Minang tidak sertamerta mengubah kebudayaan Minang menjadi bersandar kepada Islam sepenuhnya. Sebagaimana kebudayaan Islam dengan corak Jawa yang masih kental dengan hal mistisnya, kebudayaan Minangkabau sebagian juga masih memiliki corak kebudayaan animisme mas lalu. 

Masyarkat Minangkabau. Sumber tambominangkabau.com


Sejarah Masuknya Islam Sebagai Pondasi Adat

Budaya Minangkabau berasal dari Luhak Nan Tigo, yang kemudian menyebar ke wilayah rantau di sisi barat, timur, utara dan selatan dari Luhak Nan Tigo. Budaya Minangkabau pada mulanya bercorakkan budaya animisme dan Hindu-Budha. Kemudian dakwah Islam pada akhir abad ke-18 masuk dan di bawa oleh mubaligh dari timur tengah. Sejak saat itu adat dan budaya Minangkabau yang tidak sesuai dengan hukum Islam dihapuskan.

Haji Piobang, Haji Miskin, dan Haji Sumanik yang merupakan tokoh penyebar agama Islam berhasil mengubah pandangan budaya Minang yang sebelumnya merupakan budaya animisme dan Hindu-Budha, untuk kemudian menerima Tauhid. Kebiasaan menyabung ayam, mengadu kerbau, berjudi, minum tuak, mulai dihapuskan di masyarakat Minang.

Namun sebelumnya telah terjadi Perang Padri yang merupakan peperangan antara pihak yang mendukung adat dan kebiasaan lama melawan pihal yang mendukung penyebaran dan penanaman nilai Islam pada masyarakat Minang. Perang ini berakhir pada tahun 1837 dengan ditandai adanya perjanjian di Bukit Marapalam antara alim ulama, tokoh adat, dan cadiak pandai.

Dalam perjanjian tersebut adat budaya Minang disepakati untuk bertumpu kepada syariat Islam. Hingga muncullah istilah adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah yang memiliki arti adat bersendikan kepada syariat, syariat bersendikan kepada Al-Quran. Sejak reformasi budaya dipertengahan abad ke-19, pola pendidikan dan pengembangan manusia di Minangkabau berlandaskan pada nilai-nilai Islam.

Sejak saat itu, setiap kampung di Minangkabau dibangun masjid dan surau. Generasi muda Minangkabau yang beranjak dewasa, diwajibkan menuntut ilmu agama. Untuk para lelaki diwajibkan untuk tidur di surau sambil belajar mengaji dan latihan fisik berupa ilmu bela diri pencak silat.

Budaya Ilmu Melahirkan Tokoh Besar

Filosofi Minangkabau yang mengatakan bahwa "alam takambang manjadi guru", merupakan suatu perumpamaan yang mengajak masyarakat Minangkabau untuk selalu menuntut ilmu. Karena itulah pemuda-pemuda Minangkabau selain dituntut untuk mempelajari adat istiadat juga ditekankan untuk mempelajari ilmu agama di surau.

Adanya sekolah-sekolah umum yang mengajarkan ilmu sosial dan ilmu alam terjadi sejak kedatngan penjajah yang mempengaruhi kebudayaan dan penddikan Minangkabau. Bahkan kaum muda Minangkabau merupakan salah satu kelompok masyarakat yang paling bersemangat dalam mengikuti pendidikan yang dibawa penjajah Barat.

Untuk mengejar pendidikan tinggi, banyak di antara mereka yang pergi merantau. Sekolah kedokteran STOVIA di Jakarta, merupakan salah satu tempat yang banyak melahirkan dokter-dokter Minang, bahkan pada periode 1900 – 1914, sekitar 18% lulusan STOVIA merupakan orang-orang Minangkabau.

Minangkabau merupakan salah satu kelompok masyarakat di Indonesia yang paling banyak melahirkan pemimpin dan tokoh peloporb di awal abda 20. Mereka antara lain: Tan Malaka, Mohammad Hatta, Yusof Ishak, Tuanku Abdul Rahman, Sutan Sjahrir, Agus Salim, Assaat, Hamka, Mohammad Natsir, Muhammad Yamin, Abdul Halim dan lain-lain.

Karya Sasatra Minangkabau

Masyarakat Minangkabau telah memiliki budaya membaca sejak abad ke-12. Pada abad ke-20, sastrawan Minangkabau merupakan tokoh-tokoh utama dalam pembentukan bahasa dan sastra Indonesia. Berbagai novel karangan sastrawan Minangkabau menjadi bahan pengajaran penting bagi pelajar di seluruh Indonesia dan Malaysia. 

Surau tua di Minangkabau. Sumber takaitu.id  


Berbagai novel berlatarbelakang budaya Minangkabau seperti Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, Merantau ke Deli dan Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Hamka, Salah Asuhan karya Abdul Muis, Siti Nurbaya karya Marah Rusli, dan Robohnya Surau Kami karya Ali Akbar Navis menjadi mengemuka pada masa itu. Budaya literasi Minangkabau juga melahirkan tokoh penyair seperti Chairil Anwar, Taufiq Ismail dan Sutan Takdir Alisjahbana.

Itulah ulasan mengenai kebudayaan Islam masyarakat Minangkabau. Masuknya Islam dan pengaruhnya terhadap kebudayaan di Minangkabau ternyata melahirkan banyak tokoh dan hasilkarya yang besar. Selain itu budaya Melayu yang khas juga menarik perhatian masyarakat negeri tetangga seperti Malaysia untuk berkunjung ke Minangkabau. Salah satu layanan perjalanan wisata ke Minangkabau, pakej percutian Padang bisa menjadi alternatif pilihan untuk digunakan jasanya.

Posting Komentar untuk "Kebudayaan Islam Masyarakat Minangkabau "